Thursday, September 17, 2009

Diantara 'prejudice' dan keharusan

Setelah hampir tiga bulan mengikuti perkuliahan, aku semakin mencium sebuah demonstrasi penolakan besar-besaran terhadap penggunaan 'bahasa Inggris' di dunia. Hal ini semakin tampak ketika salah satu dosen yang mengajar dikelasku menyatakan beberapa pandangan pribadinya terhadap teori ataupun artikel yang menjadi pokok bahasan di kelas kami. Pandangan yang bernada menentang penggunaan bahasa Inggris di dunia dengan bahasa halusnya yang dikutip dari seorang pakar bahasa Robert Phillipson dengan tuduhan adanya 'linguistic imperialism.'

Linguistic imperialism adalah bentuk penjajahan terakhir yang terjadi dimuka bumi. Dengan keharusan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa international terjadilah penjajahan tersembunyi. Hal ini berbau politik dan ekonomi. Para pakar yang bersuara senada mengkhawatirkan akan hilangnya beberapa atau banyak bahasa minoritas di dunia ini dengan masuknya bahasa Inggris dalam peradaban mereka. Lebih lanjut banyak kritikus yang mengolah data dan mengadakan penyelidikan sampai kepada dunia maya 'internet.'

Dalam penelitian yang mereka lakukan, terbuktilah bahwa ada begitu banyak penjajahan halus yang terjadi dengan menggunakan bahasa Inggris. Mulai dari pengharusan test bahasa Inggris berstandard interntional yang hanya difasilitasi oleh pemilik bahasa inggris itu sendiri, seperti TOEFL oleh America dan IELTS oleh Inggris, sampai kepada penggunaan bahasa inggris untuk mengkristenkan orang lain. Hal terakhir ini sebenarnya tidak dapat dijadikan tolak ukur, karena hanya dilakukan oleh beberapa golongan agama kristen tertentu, tidak benar apabila menyalahkan seluruh umat kristen atas usaha sepihak oleh pemeluk kristen tertentu. Internet juga semakin beralih menjadi alat untuk penjajahan yang menurut pakar akan mengharuskan seluruh dunia menggunakan bahasa inggris dalam penggunaanya.

Jika demikian halnya, mungkin aku akan mengutarakan sebuah pertanyaan. Apakah kita dapat bertahan hanya dengan menggunakan bahasa asli kita? yang tidak dikenal oleh dunia luar tempat kita berinteraksi dan memungkinkan terjadinya banyak mutual benefit?
Apakah aku bisa belajar sampai ke Australia dengan hanya menggunakan bahasa asliku? bahasa Indonesia? apakah Presidenku dapat menjalin hubungan bilateral dan lebih lagi jika hanya menggunakan bahasa Indonesia? Apakah para pakar di negaraku dapat menawarkan produknya baik berupa hasil penelitian, karya tangan, sampai pada hasil cipta ke dunia hanya dengan menggunakan bahasa Indonesia? Mungkin negaraku akan menjadi negara yang paling terbelakan dan tertutup dan tidak akan pernah bergerak ke arah kemajuan dan kemakmuran.

Mempelajari bahasa Inggris dan menggunakannya dalam konteks yang tepat adalah sebuah keharusan. Keharusan karena kita ingin maju, karena kita ingin mengerti dan dimengerti, karena kita ingin mengetahui banyak hal, dan karena kita ingin bertahan dan makmur, dan mungkin lebih tepatnya karena kita tidak ingin dijajah lagi.

Namun, mengapa bahasa Inggris? bukan bahasa Indonesia? adalah sebuah pertanyaan yang dapat dianggap konyol pada satu pihak dan dapat dianggap sebagai trigger bagi pihak lain. Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional ada kaitannya dengan masa penjajahan, dimana bangsa Inggris merupakan penjajah terkuat yang memiliki wilayah jajahan terluas.

Mungkin saat ini aku dapat melihat sisi lain dari prejudice dan keharusan ini dimana bahasa Inggris dapat dijadikan sebagai alat dalam bahasa lain 'dimanfaatkan.' Hal ini berdasarkan apa yang aku lihat terjadi di negara ini dan negaraku karena kebetulan sampai saat ini aku masih menginjakkan kaki di dua negara. Lihatlah produk apa yang anda pakai saat ini, mulai dari alat tulis, pakaian, mainan, sampai makanan. Ada begitu banyak beredar 'made in china.' Nah, yang ingin aku sampaikan adalah begitu hebatnya Cina memanfaatkan bahasa Inggris untuk menjajah perekonomian dunia. Mereka menjadi nomor satu dimana-mana. Bukan maksudku menyangkal bahwa banyak juga produk 'made in Japan,' 'made in Germany,' dll namun tujuan utamaku adalah mengatakan bahwa produk Cina sudah ada dimana-mana dan menyentuh segala lapisan masyarakat dengan mudah karena mereka sangat lihai dalam permainan harga.

Jadi, mungkinkah kita beralih kepada topik bahwa 'Cina adalah penjajah masa kini?'


No comments: